Malam
itu tepat ketika hujan turun menyapa bumi dan segala isinya. Angin semilir
berhembus membelai wajah Karno yang sedari tadi meminum secangkir kopi hitam
dan menghisap dalam-dalam rokok kretek hingga membuat paru-parunya penuh dengan asap. Dia terduduk sendiri
tanpa mengurusi pelayan dan pelanggan lain yang silih berganti berlalulalang disamping
kiri-kanannya, kadang tiba-tiba mereka muncul di hadapan Karno yang membuat isapan rokoknya terhenti. Karno hanya diam tanpa bersapa dengan orang di sekitarnya, wajahnya sedari tadi penuh dengan kemuraman dan kegelisahan.
Karno
seorang pemuda yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Perguruan Tinggi. Dia kembali mengingat masa lalunya ketika dia sudah berada pintu keluar SMA,
gurunya berkata “Lanjutkan pendidikan kalian hingga tamat di bangku perkuliahan
karena jika telah menjadi sarjana maka pekerjaan akan mudah kalian peroleh.”
Dengan semangatnya Karno bertepuk tangan sambil berdiri dan menganggukan
lehernya yang pendek mengiyakan
perkataan gurunya diikuti oleh gemuruh suara murid lain beserta tepukan riuh orangtua.
Tetapi
malam ini Karno hanya bisa terduduk lesu hingga orang disekitarnya mengira dia
telah mati kaku ditempat duduknya. Tatapannya kosong, matanya terus terbelalak
kadang di sekitar matanya bergumul awan gelap yang sedia menyakitinya setiap saat. Walaupun mulutnya telah membiru dia tetap mengisap rokok yang telah
basah oleh air liurnya yang bercampur dengan kepekatan kopi hitam yang
diminumnya dengan tegukan yang lama.
Pagi
tadi Karno bangun dengan penuh semangat untuk kembali mencari pekerjaan yang
kata orang di kota besar banyak tersedia. Sudah berbulan-bulan sejak Karno menyelesaikan
pendidikannya dan diapun berhasil mendapatkan gelar Cum Laude. Saat itu dia
sangat bahagia walaupun dia tidak mengerti apa itu Cum Laude dan pantaskah dia
meraih gelar tersebut. Karno pun menenanggalkan identitasnya dengan penuh optimisme
sebagai mahasiswa menjadi pencari kerja.
Tetapi
hingga bulan hampir berganti menjadi tahun Karno pun belum diterima di
perusahaan atau pekerjaan yang dia inginkan. Semangatnya yang ketika kelulusan
membumbung tinggi bagai gunung yang memeluk awan tiba-tiba meletus bak gunung
merapi hingga melata bersetubuh dengan tanah dan air.
“Pemuda ini telah mati” teriak salah seorang
pelayan wanita yang memperhatikan rokok kretek ditangan Karno telah membakar
jari-jarinya, kadang apinya berpindah menyala dikepala, lalu muncul di kakinya,
lalu api muncul dari kemaluannya, matanya pun tidak lepas dari bara api, dan
akhirnya secara tiba-tiba seluruh bagian tubuh Karno terselimuti api. Semua mata
dan tangan di sekitarnya hanya meratapi tanpa ada seorangpun memadamkan api
yang telah membuat tubuh Karno telah menjadi debu. Merekapun kembali berlayar
di laptopnya masing-masing, hanya pelayan
yang berteriak tadi bersedia untuk menyapu debu Karno yang mengotori lantai
warungnya. Debu itupun terbang terbawa angin, mungkin kepuncak gunung yang suci
atau hanya berakhir di badan-badan besi yang hidup di jalanan kota yang katanya
banyak tersedia pekerjaan bagi mereka yang sarjana.
0 komentar:
Posting Komentar