Periode Anglo-Saxon (450-1100)

     Britania sebagai tempat pertama kali disebut oleh penulis-penulis Yunani Kuno. Oleh orang Yunani, Britain merupakan tempat yang terpencil dan misterius. Orang Romawi yang menemukan pulau tersebut dihuni oleh suku Celtic Britons, yang memiliki hubungan dengan orang-orang Celtic di Eropa Barat yang telah ditaklukkan orang Romawi. Pada abad ke 5 ketika Kekaisaran Romawi runtuh, kemudian mereka meninggalkan orang-orang Celtic.
    Orang-orang Celtic yang telah terbiasa dilindungi oleh tentara Romawi tidak mampu mempertahankan  diri dari berbagai serangan musuh terutama suku-suku Jerman dari wilayah laut utara. Suku-suku bangsa ini adalah Jutes, Angles, dan Saxons. Mereka inilah nenek moyang sebagian besar orang Inggris sekarang. Bahasa mereka adalah bahasa Inggris kuno yang juga disebut Anglo-Saxon. Bahasa ini kemudian tumbuh menjadi bahasa Inggris Pertengahan (1100-1500) dan akhirnya bahasa Inggris Modern (1500-sekarang).
     Ketika suku Anglo-Saxon datang ke Inggris, mereka membawa masyarakat yang lebih terorganisir disekitar keluarga (The Family), marga (The Clan), suku (The tribe), dan terakhir kerajaan (The Kingdom). Strata sosial pada suku Anglo-Saxon terbagi atas dua, yaitu The eorls adalah kelas yang berkuasa, dan The ceorls adalah budak yang nenek moyangnya merupakan mantan tawanan suku. Walaupun raja dianggap sebagai penguasa yang mutlak, raja sangat bergantung pada nasehat dari dewan (council) yang disebut The witan (wise man). Contohnya sebelum King Edwin berubah menjadi pengikut ajaran agama Kristen dia berkonsultasi dahulu dengan witan.
     Pusat kehidupan sosial suku Anglo-Saxon adalah di Mead Hall. Sebagai bagian dari perayaan di Mead Hall, di sana ada penyanyi atau penyair profesional yang disebut scops, yang menghibur dengan menceritakan kisah-kisah keberanian pahlawan dan melayani sebagai penyair penduduk dan penulis sejarah raja dan suku-sukunya. Dia bertanggungjawab untuk melestarika kesusasteraan seumur hidupnya hingga pendeta di gereja Kristen datang ke Inggris.
     Hingga akhir abad ke 6, suku Anglo-Saxon menyembah bermacam-macam dewa (pagan gods).
Hingga akhirnya datanglah misionaris Augustine yang dikirim oleh King Ethelbert dari Kent 597. Sejak itu ajaran kristen menyebar kesuluruh wilayah Inggris. Bersama dengan menyebarnya ajaran Kristen, misionaris membawa pendidikan dan kebudayaan. Sekolah-sekolah berdiri seperti halnya biara-biara mulai dibangun. Pemuda suku Anglo-Saxon tidak hanya belajar kitab injil (Scriptures) tetapi juga Roman Virgil dan Ancient Greeks (Yunani Kuno). Kedatangan ajaran kristen memiliki pengaruh nyata terhadap kesusasteraan. sebagai biarawan di biara, mereka juga mencatat puisi/syair yang telah diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi oleh penyair di Mead Hall. 
     Kesusasteraan Inggris kuno dapat dibagi menjadi dua bagian. golongan pertama ialah kesusasteraan yang dibawa oleh suku-suku Germanik yang berbentuk lisan. Golongan ini masih menunjukkan unsur- unsur pagan yang kuat. Karya terbesar dalam kesusasteraan Inggris kuno ialah "Beowulf". Karya ini adalah sajak yang terdiri atas 3000 baris dan termasuk jenis epik rakyat, yaitu sebuah cerita kepahlawanan yang lama hidup dikalangan rakyat dan yang penciptanya tidak diketahui lagi. Sajak ini adalah sebuah cerita mengenai pengalaman-pengalaman serta tidakan-tindakan herois seorang pahlawan muda bernama Beowulf. Ia mengalahkan dan membunuh suatu makhluk dahsyat, penghuni rawa-rawa pantai, bernama Grendel yang telah membuat tidak aman negeri King Hrothgar. Bertahun-tahun kemudian Beowulf sendiri terbunuh dalam perjuangannya menyelamatkan negerinya dari musuh yang sama dahsyatnya, ialah seekor ular naga bernafaskan api.
     Bagi seorang pembeca zaman sekarang cerita sajak ini terasa mustahil. Namun sifat sang pahlawan, kondisi-kondisi sosial yang digambarkan, serta pelukisan motif-motif dan ideal-ideal yang menggerakkan orang-orang Germanik itu, membuat sajak ini sangat berharga sebagai refleksi hidup zaman itu. Hidup pada masa itu seperti yang dilukiskan dalam "Beowulf" sangat tidak mudah dan memerlukan ketahanan fisik, keberanian yang taktergoyahkan, kesadaran akan kewajiban, kesetian, serta rasa hormat diri.
     Pada umunya sajak-sajak Anglo-Saxon merupakn ekspresi perasaaan orang-orang Germanik terhadap hal-hal yang menyentuh jiwa mereka seperti, perang, laut yang dahsyat tetapi mempesona, reruntuhan sebuah kota, hidup sebagai buangan, dan penghidupan seorang penyanyi (minstrel). 
       "The battle of Maldon" dan "The battle of Brunanburgh, misalnya melukiskan dengan penuh rasa patriotis pertempuran-pertempuran yang dilakukan oleh orang-orang Anglo-Saxon yang herois baik dalam kemenangan maupun kekalahan. Kedua karya epik ini menceritakan kembali perang antara English  dan Viking Danes. "The Seafarer" merupakan suatu monolog dimana penyairnya melukiskan bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran di lautan, namun ia selalu ingin kembali melawan tantangan-tantangan itu. Dalam "The Ruin" penyair merenungkan reruntuhan sebuah kota yang dahulu pernah makmur dan mengesankan, tetapi sekarang tinggal puing-puing yang tragis. "Deor" adalah salah satu sajak tentang seorang penyanyi (minstrel) yang selama bertahun-tahun menghamba kepada tuannya, tetapi sekarang dibuang karena sudah menjadi cara hidup mereka. Pada umumnya puisi mereka bernada serius dan muram. 
      Golongan kedua kesusasteraan yang diciptakan sesudah suku-suku itu menetap di kepulauan Inggris. Lebih dari separuh puisi Anglo-Saxon merupakan puisi keagamaan. Sebagian besar puisi ini merupakan terjemahan dan saduran dari kitab-kitab perjanjian lama dan baru, kisah orang-orang suci, dan sajak-sajak kebangkitan dan didaktik. Sajak-sajak yang paling utama berasal dari daerah-daerah Northumbria dam Mercia dan diciptakan dalam abad-abad ke-7 dan ke-8.
     Penyair Inggris paling awal adalah Cadmon, seorang penghuni biara Whitby. Menciptakan sajak-sajak indah dalam bahasa Inggris yang indah berdasarkan kisah-kisah di Injil. Karya terbesar yang menurut anggapan ditulis oleh Cadmon adalah "Paraphrase" yang berisi cerita-cerita "Genesis", "Exodus", dan sebagian dari "Daniel".
     Pada abad ke 8, seorang penyair dari daerah Anglia yang bernama Cynewulf, juga menulis syair-syair keagamaan, antara lain : "The Christ", "Juliana", "The Fates of the Apostles", dan "Elene". Ia adalah satu-satnya penyair Inggris kuno yang mencantumkan nama pada karya-karyanya.
     Pada akhir abad ke-8 orang-orang Skandinavia menyerbu daerah-daerah pantai Inggris dan menghancurkan Northumbria bersama hasil kebudayaan tang telah di capai pada waktu itu termasuk kesusastreannya. Dengan punahnya kesusasteraan Northumbria itu maka berakhirlah periode puisi kesusasteraan Anglo-Saxon. Tetapi tampilnya King Alfred dari West Saxon ata Wessex, terbitlah zaman baru dalam kesusasteraan Anglo-Saxon, ialah periode prosa.
      Prosa muncul jauh sesudah puisi. Sajak lebih mudah diteruskan dari mulut ke mulut dan lebih mudah dihafal. Sifat ini sangat penting pada zaman itu karena sebagaian besar masyarakatnya tidak dapat membaca dan menulis. Pada masa pemerintahan Alfred, dia berusaha untuk mengembalikan Inggris ke tingkat kebudayaan yang pernah dicapai sebelum serangan Scandinavia. Ia menempuh dengan jalan pendidikan, dan untuk itu diperlukan buku-buku dalam bahasa Inggris. Dalam usia yang cukup lanjut ia sendiri belajar bahasa Latin agar dapat menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa rakyatnya. Begitu pulah dia memerintahkan kepada para sarjana untuk menerjemahkan buku-buku bermutu. Maka, yang pertama diterjemahkan adala "Pastoral Care" karangan Paus Gregorius, agar dapat dipakai sebagai penuntun para rohaniawan yang pada waktu itu banyak yang kurang pengetahuan. Agar rakyat dapat mengetahui sejarah bangsanya, maka Alfred menerjemahkan "Ecclesiastical History of the English people" karangan Bede, yang aslinya ditulis dalam bahasa Latin. Terjemahan-terjemahan berkat jasa Alfred yang lainnya adalah "Universal History and Geography" karangan Orosius yang merupakan karya sejarah utama pada zaman itu, dan "Consolations of Philosophy" karangan Boethius, ialah karya filsafat yang sangat digemari dalam zaman pertengahan itu.
     Kemudian dia juga memerintahkan mengumpulkan, menghimpun. dan mencatat kejadian-kejadian penting dalam kerajaannya, dan  catatan-catatan ini diteruskan hingga dua abad setelah King Alfred meninggal. Catatan-catatan ini adalah "Anglo-Saxon Chronicle" (Sejarah Anglo-Saxon). 
King Alfred ialah peletak batu pertama prosa Inggris. Tradisi prosa Inggris ini kemudian dilanjutkan oleh Aelfric dan Wulfstan, terutama menulis buku-buku keagamaan.
     Karena kesusasteraan Anglo-Saxon dilestarikan dengan sangat cara yang tidak terorganisir sehingga banyak yang tidak pernah ditulis dan hanya ada empat manuscript puisi/syair yang bertahan, banyak dari kehidupan dan kesusteraan masyarakat yang mendiami Inggris kira-kira pada abad ke-6 masih tetap menjadi misteri. Seperti pertanyaan tentang peran atau tugas biarawan pada pencatatan dokumen kesusasteraan. Dan apakah catatan mereka atau kesusasteraan digunakan untuk menanamkan dasar-dasar dan nilai-nilai ajaran Kristen.

Sumber : 
"England in Literature" , Helen McDonnell, Neil E. Nakadate, John Pfordresher, Thomas E. Shoemate. 1982. Scoot, Foresman, and Company. USA.
Ikhtisar Sejarah Kesusasteraan Inggris. Samekto, S.S (U.I), M.A(Exet). 1976. PT.Gramedia. Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar