Dia adalah seorang laki-laki yang hampir berumur 50 tahunan. Memakai kacamata minus yang berbentuk kotak, gagangnya yang hitam melingkari kelopak matanya yang cukup sipit untuk ukuran orang Indonesia hingga bersandar di atas telinganya. Tiba-tiba dia datang dan duduk berhadapan dengan saya di warung kopi yang sudah sesak. Dia terlihat menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan sisa pembakarannya ke udara yang telah disesaki dengan asap polusi kendaraan. Tangannya silih berganti memegang batang rokok sebesar paku beton yang dia hisap, ada guratan kegelisahan di setiap gerakan ketika memindakan batang rokoknya ataupun sekedar gerakan badanya. Dia hanya terdiam melihat keadaan disekelilingnya yang sibuk dengan kehidupan masing-masing di depan laptop, itulah keadaan mereka yang hidup di dunia yang tanpa batas ini. Dia ingin berbicara tetapi tak ada yang menegurnya dan mungkin dia malu untuk menegur pertama karena adat yang menciptakan aturan konyol, seharusnya mereka yang lebih muda menyapa yang lebih tua dahulu. Rokoknya sudah hampir bergumul dengan bibirnya tetapi dia tetap saja mengisapnya dalam-dalam. Sepertinya dia ingin merasakan sensasi berciuman dengan ujung api rokok. Di telinganya ada benda yang sangat mudah diperoleh di zaman yang serba modern, alat yang membuat kalian tidak akan mendengar suara selain kemauan kalian, suara yang hanya kalian yang mendengarnya. Untuk lelaki seumurannya alat secanggih itu kelihatan aneh menggantung di telinganya. Mungkin ketika dia remaja dahulu, dia tak pernah menjumpai alat semacam itu walaupun Walkman pernah populer tetapi umurnya kelihatan lebih tua daripada musim Walkman. Matanya liar melihat ke sekeliling warung kopi, seperti mencari sesuatu yang dia tidak pernah dapatkan selain di tempat ini. Sekarang dia mulai mengisap batang kedua, dengan isapan yang lebih halus dan lebih bermartabat daripada isapan batang rokok pertama, dia terlihat lebih tenang daripada saat pertama datang. Mungkin inilah disebut seseorang memang harus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dahulu. Sesekali dia melihat jamnya, mungkin dia kesini untuk membunuh waktu atau berjumpa dengan kawan lama atau yang paling pahit bagi keluarganya dia ingin berkasih dengan seorang wanita. Kopi susunya hanya tinggal setengah mungkin hanya cukup untuk dua kali tegukan. Tatapannya sangat tajam tetapi penuh dengan kegelisahan yang hanya dia dan penciptanya yang tahu. Untuk lelaki seusianya mungkin kegelisahannya meliputi urusan keluarga ataupu pekerjaan atau seperti masalah seluruh orang di dunia yaitu, uang. Rokok kedua lebih lama habis karena tanganya lebih lama memegang batang rokok sambil melihat sekeliling daripada menjejalnya menghisapnya. Dia masih tanpa suara, mungkin dia bisu atau dia tidak memang sudah lupa untuk bersuara. Di batang ketiga dia telah berhasil membunuh waktu walaupun luka bakar di jari telunjuk dan tengahnya akan dia bawa hingga bercumbu dengan istri atau kekasih gelapnya atau mungkin berakhir sebagai pecandu masturbasi.
0 komentar:
Posting Komentar