Sekali Peristiwa di Banten Selatan



Novel ini merupakan karya Pramoedya Ananta Toer setelah melakukan reportase singkat di wilayah Banten Selatan pada akhir tahun 1957.
Novel ini menceritakan kehidupan seorang pemuda bernama Ranta bersama istrinya Ireng dalam menghadapi kesusahan hidup yang telah begitu lama mereka alami. Setiap hari mereka hidup serba kekurangan yang menyebabkan anak-anak mereka tak mampu bertahan hidup karena cacingan. Namun, di tengah kesulitan mereka ada saja yang tetap menindas mereka, dia adalah seorang Lurah di daerahnya yang bernama Juragan Musa. Ranta selalu diberikan perintah untuk mencuri bibit karet dengan upah yang sedikit, sebenarnya ia tidak ingin melakukan pekerjaan buruk itu namun karena takut oleh kekuasaan Juragan Musa dan kemiskinannya maka ia melakukannya dengan upah seringgit.
Suatu malam setelah melakukan pekerjaan Ranta pulang dengan tangan yang berdarah. Ireng sangat ketakutan melihat keadaan suaminya, untunglah ada dua orang singgah bermalam di bale di depan rumahnya dan Ranta pun dipapah oleh kedua orang petani singkong tersebut. Ranta menceritakan bahwa ia telah dipukuli oleh anak buah Juragan Musa setelah mencuri karena ia meminta upah namun ia balik dituduh telah mencuri bibit si Juragan Musa. Ranta berkata kepada istrinya bahwa mereka telah hidup dalam kesakitan melulu, kalau bukan daging yang sakit, yaa hati yang sakit. Kedua orang tersebut melihat Ranta yang sangat tegar menghadapi segala kesulitan, setelah keadaan Ranta membaik mereka memohon untuk pergi. Sebelum pergi Ranta meminta mereka untuk datang kembali dan mengajak kawannya yang lain.
Tidak lama setelah kepergiaan kedua orang tersebut, datanglah Juragan Musa berteriak memanggil Ranta, karena yang dipanggil tidak keluar maka Juragan Musa mengancam akan melaporkan Ranta kepada polisi. Sehingga, Ranta pun akhirnya keluar menemui Juragan Musa yang sudah terlihat marah. Namun, Ranta tak kalah marah seperti akan menerkam Juragan Musa. Perasaan ketakutan melihat Ranta seperti binatang buas membuat Juragan Musa melompat mundur sehingga aktentas dan tongkatnya terjatuh ke tanah dan dia sendiri lari terbirit-birit.
Tidak disangka kedua orang petani singkong itu datang bersama satu temannya yang pernah juga dipukuli oleh anggota Juragan Musa, dari orang ini mereka ketahui bahwa Juragan Musa merupakan anggota kelompok DI yang selalu menyebar teror di daerah mereka. Ranta dan keempat tamunya lalu berunding untuk melaporkan Juragan Musa kepada Komandan yang bertugas menjaga desa mereka. Setelah berkemas-kemas Ranta, istrinya Ireng, dan ketiga orang tersebut menuju ke markas komandan untuk membawa aktentas dan tongkat Juragan Musa sebagai bukti bahwa dia adalah anggota DI sehingga tidak pernah diteror oleh DI.
Juragan Musa dengan penuh ketakutan tiba di rumahnya yang disambut oleh istri mudanya yang sedang khawatir karena untuk pertama kali suaminya telat pulang. Dengan gusarnya Juragan Musa berteriak mencari bujangnya Rodjali, istrinya memberitahu bahwa Rodjali ua suruh pergi menyusul Juragan Musa. Mendengar hal itu Juragan Musa memarahi istrinya bahkan menuduh istrinya sebagai pembawa sial lalu ia masuk ke kamar mengambil keris pusakanya. Juragan berniat untuk pergi membunuh Ranta. Tibalah Rodjali yang kemudian di suruh oleh Juragan Musa untuk memanggil para anak buahnya yang merupakan anggota DI untuk berkumpul di rumahnya. Tak lama muncullah anak buah Juragan Musa yang diperintahkan mencari Ranta untuk dibunuh.
Juragan Musa yang ditinggal berdua dengan istrinya kemudian terlibat pertengkaran yang berujung penganiayaan terhadap istrinya. Namun, tak lama datang prajurit bersama Komandannya disertai dengan Ranta datang untuk menangkap Juragan Musa dengan bukti-bukti yang ditemukan di dalam tasnya. Juragan Musa tetap menolak dituduh sebagai anggota DI namun komandan terus mendesaknya agar mengaku. Tak lama kemudian Komandan mendapat kode dari anak buahnya jika ada orang yang datang. Komandan dan prajuritnya bersembunyi dan menyuruh Juragan Musa beserta istrinya bertingkah seperti biasanya. Tamu-tamu yang datang membuktikan bahwa Juragan Musa adalah seorang petinggi DI, ia akhirnya ditangkap oleh Komandan lalu di bawa ke Markas.
Ranta lalu diangkat menjadi Lurah sementara karena telah membantu Komandan mengamankan daerahnya. Sementara waktu Ranta bersama istrinya tinggal di rumah Juragan Musa karena rumahnya telah dibakar oleh anak buah Juragan Musa. Keesokan harinya ia bercerita kepada Rodjali bahwa jika seluruh warga bersatu maka semua bisa dikerjakan dan diperlukan persatuan agar desa mereka tetap aman dari para pemberontak yang telah sewaktu-waktu datang untuk memangsa mereka.
Datanglah Komandan bersama prajuritnya meminta bantuan Ranta agar mengerahkan warganya untuk melawan para pemberontak yang telah datang untuk menyerang kembali. Tetapi sebelum mereka berangkat istri Juragan Musa meminta diri untuk kembali ke kampungnya. Ranta mencegah dengan memperingatkan bahwa pemberontak telah bersiap menyerang dan sangat berbahaya jika dia tetap ingin keluar dari kampung. Namun, istri Juragan Musa tetap bersikeras pergi tanpa menghiraukan peringatan Ranta. Rodjali di suruh menyusul mantan majikannya agar istri Juragan Musa tetap aman.
Setelah malam tiba terjadilah pertempuran antara prajurit-prajurit bersama warga melawan pemberontak yang ingin membalas dendam atas ditangkapnya Juragan Musa. Akhirnya, pemberontak berhasil dikalahkan oleh persatuan antara prajurit dan warga. Hanya saja istri Juragan Musa yang menderita karena mendapat siksaan oleh pemberontak ketika ia sedang menunggu truk.
Kampung mereka kembali aman dibawah pimpinan Lurah Ranta. Komandan sangat berterimakasih atas bantuan Ranta beserta warganya dalam membantu memberantas pemberontak yang selalu menyebar ancaman. Lurah Ranta, Komandan, prajurit, dan warga bergotong-royong dalam membangun desa mereka kembali setelah porak-poranda akibat penindasan pemberontak DI. Istri Juragan Musa yang telah sehat kembali juga ingin turut membantu dalam menyejahterahkan desanya dengan membantu mengajar membaca dan menulis untuk anak-anak gadis dan istri-istri di desanya. Seluruh warga desa larut dalam kebahagian untuk menyejahterahkan hidup mereka dan juga untuk keturunan mereka.

Referensi :
Pramoedya. Ananta Toer. 2015. Sekali Peristiwa Di Banten Selatan. Jakarta. Lentera Dipantara.

0 komentar:

Posting Komentar