Judul Buku : Kado Istimewa (Cerpen Pilihan Kompas 1992)
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tahun : 2016
Buku
ini merupakan kumpulan beberapa cerpen pilihan kompas yang pernah terbit pada
tahun 1992. Pada tahun itu umurku belumlah setahun, seandainya kompas tidak
menerbitkannya lagi mungkin aku tidak akan pernah tahu kegundahan para
pengarang masa itu. Kebanyakan cerpen bercerita tentang kehidupan keseharian
yang masih sangat relevan dan mungkin masih terjadi hingga saat ini.
Kisah
yang sederhana, latar, dan tokoh menjadikan alur ceritanya menjadi mudah untuk
dipahami dan ikut merasakan segala konflik yang dialami oleh para tokoh dalam
cerpen. Kumpulan cerpen ini membuat saya menyadari betapa banyaknya
permasalahan di kehidupan ini terutama bagi mereka orang kecil yang
keberadaannya sering di sepelekan.
Pada
kumpulan cerpen ini, aku berkenalan dengan tokoh-tokoh yang memiliki
karakteristik unik dan beberapa karakter tokohnya sering aku jumpai dalam
kehidupan nyata saat ini walaupun cerpen ini terbit puluhan tahun lalu. Pada
dasarnya manusia tetaplah sama dari tahun ke tahun yang berbeda hanyalah
zamannya.
Pada
judul cerpen Kado istimewa, aku berkenalan dengan seorang perempuan paruh baya,
dia bernama Bu Kustiyah, dia sosok yang sangat menghormati atasannya, mengenang
masa lalu yang sulit sebagai suatu kenangan yang indah dan melekat di lubuk hatinya
yang paling dalam. Namun, Bu Kustiyah tidak menyadari bahwa manusia mengalami
perubahan/diubah oleh zaman yang akan membuatnya mudah lupa. Di cerpen ini, saya mendapatkan
kesadaran baru bahwa kenangan indah yang melekat dalam hati dan pikiranmu belum
tentu menjadi kenangan indah bagi orang lain walaupun kalian melewatinya
bersama.
Kemudian
pada cerpen kedua “Petaka Kampar”, aku melihat kekaguman seorang adik terhadap
kakaknya. Kekagumannya disebabkan oleh perjuangan kakaknya melawan kemiskinan
keluarga mereka walaupun pada akhirnya ia mengalami kecelakaan yang membuat
kakinya patah. Tokoh “abang” ini selalu peduli terhadap keadaan keluarganya di kampung
walaupun keadaanya sendiri sangatlah memperihatinkan, ia juga memperlihatkan
ketabahan dan tetap tersenyum walaupun mendapatkan cobaan. Hal itu membuat
adiknya semakin mengagumi sosok abangnya.
Cerpen
ketiga berjudul “Penipu yang Keempat”, pada cerpen ini aku menjumpai sosok yang
unik, dia adalah tokoh “Pak” walaupun menyadari dirinya sedang ditipu oleh orang
lain, ia tetap memberi uang yang diminta oleh penipu-penipu tersebut hanya
karena ia mencoba menikmati keindahan seni penipuan. Ia menganggap bahwa menipu
itu bukan perkara mudah dan menurutnya mereka adalah aktor-aktor yang baik dan
berbakat. Namun, sebenarnya kemurahan hati “Pak” memberi uang kepada para
penipu itu karena ia mencoba menipu Tuhan agar memberkahi uangnya, tak peduli
dengan cara apapun ia mendapatkannya.
Lalu
cerpen selanjutnya “Nurjanah”, kemiskinan dan kewajiban untuk menafkahi keluarga
serta anak semata wayangnya membuat ia harus menjadi seorang biduan orkes yang
menghibur para lelaki hidung belakang. Nurjanah memiliki karakter mudah
berprasangka buruk terhadap orang-orang yang pernah merasa ia sakiti. Namun,
kecurigaannya ternyata salah, suasana hatinya yang buruk merupakan firasat yang berasal dari anaknya
di kampung yang sedang sakit. Nurjanah yang malang, walaupun anaknya sangat
rindu terhadap dia, ia harus tetap berangkat ke kota lagi menjadi seorang
biduan orkes untuk mencari uang.
Cerpen
kelima “Ke Solo, Njati…” Sebuah budaya dalam masyarakat yang mencari nafkah di
kota lain ketika lebaran akan pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Begitu juga tokoh di cerpen ini, seorang Ibu yang berniat untuk pulang kampung
bersama anak-anaknya setelah menabung sekian tahun. Sosok “ibu” dalam cerpen
ini sangatlah rindu dan ia juga ingin memperlihatkan kampung halaman tempat ia dibesarkan kepada anak-anaknya.
Tokoh “Ibu” itu telah menghabiskan uangnya untuk membeli tiket pada calo namun
ia bersama anak-anaknya tidak mampu berdesak-desakan melawan banyaknya orang
yang juga ingin pulang kampung.
“Perempuan
itu cantik” cerpen ini memperkenalkanku dengan seorang Perempuan yang telah
berkeluarga dan memiliki dua anak bernama Nikita walaupun begitu ia tetaplah
perempuan cantik di mata kaum lelaki yang berjumpa dengan dirinya. Namun,
suaminya tidak pernah peduli dengan kecantikan yang ia miliki sejak mereka
menikah. Akhirnya ia memiliki kebiasaan memamerkan kemolekan tubunya di depan
orang lain karena suaminya tidak dapat melihat kecantikannya, menurutnya pujian
itu memang hanya bisa didapatkan dari orang lain.
“Mak
dan Ikan Teri”, cerpen ini akan menyadarkan pembacanya terhadap besarnya sebuah
pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya. Ia menanggalkan segala keinginan dan
kebahagiannya termasuk jauh dari suaminya karena mengurusi segela keperluan
rumah tangga anaknya, padahal seharusnya masing-masing orang harus mengurusi
kehidupan rumah tangganya sendiri walaupun mereka sibuk dengan pekerjaannya.
Cerpen
selanjutnya adalah “Sket”, dalam cerpen ini memperlihatkan bahwa manusia itu
terlalu banyak memiliki prasangka buruk terhadap orang lain. Mereka yang miskin
mencurigai yang kaya, begitupun sebaliknya. Menurutku hal yang paling lucu di
cerpen ini adalah bagaimana tiba-tiba seorang anak bernama Udin yang dulunya
dikenal nakal oleh warga sekitar rumahnya menjadi dipuji-puji dan dielu-elukan
bak pahlawan setelah tersiar kabar bahwa ia disiksa oleh satpam atas suruhan
orang kaya.
“Cengkeh
Pun Berbunga di Natuna”, aku seakan berjalan ikut menyusuri Pulau Natuna yang
dulu makmur karena deretan perkebunan pohon kelapa namun, itu hanyalah kisah
lama. Sekarang di pulau Natuna yang tumbuh bermekaran adalah perkebunan
cengkeh. Pada awal cerpen aku menyaksikan seorang Janda beranak lima yang
tinggal suaminya karena meninggal bernama Siti Hamlah. Ia terlihat murung
karena pohon kelapa warisan keluarganya telah berganti menjadi pohon cengkeh.
Namun, sebenarnya yang menjadi alasan kerisauannya bukanlah persoalan
bergantinya perkebunan keluarganya namun harga cengkeh yang selalu di
dengung-dengungkan melambung tinggi sebelum musim panen tidaklah pernah terjadi
malah sebaliknya cengkeh akan dibeli dengan harga murah oleh tauke.
“Burung
Ketitiran” konflik dalam kehidupan manusia dapat disebabkan oleh berbagai hal,
begitu juga dengan tokoh Pak Darwis yang menceraikan istri mudanya karena tidak
mengurus Burung Ketitirannya ketika ia sedang tidak di rumah, ia menuduh istri
mudanya hanya pandai bersolek dan bergunjing di rumah tetangga-tetangganya. Dia
juga mempersalahkan anak-anaknya yang memaksa ia kawin lagi. Sepeninggal istri
pertamanya, ia merasa tersisihkan dari dunia. Tidak ada lagi sosok yang
memuji-memujinya ketika ia mulai memelihara burung Ketitiran begitu juga
sekarang Burung Ketitirannya tidak bernyanyi lagi. Sekarang keinginannya
hanyalah, pergi dari rumah anaknya yang dulu ia bangun sendiri atau mencekik
burung Ketitirannya yang tidak mau lagi bernyanyi, namun ia tidak dapat
melakukannya karena ia sudah tua.
“Ngarai”
sebuah cerpen yang mengisahkan ketidakharmonisan hubungan suami istri yang
disebabkan oleh suami yang terlalu ingin mendominasi dalam persoalan rumah
tangga dan menganggap bahwa perempuan hanya perlu mengurusi rumah tangga dan
anak-anak. Perempuan itu bernama Zurnita, seorang gadis Minang. Ia menikah
dengan seorang lelaki yang menjadi sosok impiannya namun setelah menikah lelaki
itu berubah menjadi sosok laki-laki tambun yang lebih suka memberi perintah
daripada berkata lembut. Keinginan Nita sangatlah sederhana, ia ingin suaminya
mendukung segala cita-citanya bukan sekedar menjadi ibu rumah tangga. Ia
seorang dosen yang menyiapkan generasi Indonesia pada masa depan, ia juga
berkerja pada perusahaan media surat kabar. Kemudian Nita bertemu lalu berteman
dengan sosok laki-laki yang menghargai pemikiran-pemikirannya, mereka senasib
karena kehidupan keluarga laki-laki itu juga tidak harmonis karena istrinya
menganggap bahwa yang berhak menjadi kepala keluarga adalah mereka yang
penghasilannya lebih banyak. Dua keluarga yang berbeda namun memiliki masalah
yang sama yaitu ketidakharmonisan karena salah satu pihak ingin menjadi lebih
dominan.
“Randu
Alas” pada cerpen ini, aku menemukan seorang tokoh yang sering aku jumpai dalam
kehidupan, seorang yang selalu ngotot, tak mau kalah kalau sedang berbicara,
dan kegemaran utamanya adalah membantah apa saja dan siapa saja, ia selalu
menjadi sosok yang kontra. Pengarang menamainya Panut, ia seorang selalu
memiliki gagasan baru dalam kehidupannya, namun tiap gagasan yang muncul akan
berlalu sebelum ia tekuni karena gagasan lain yang baru lagi, begitulah
kehidupannya. Gagasan-gagasan baru yang berseliweran dalam pemikirannya tidak
membuat ia menjadi makmur namun malah makin jatuh dalam lembah kemiskinan.
Hidupnya jauh dari kata konsistensi yang menurutku adalah hal yang penting
walaupun butuh usaha untuk mewujudkannya.
“Purnama
dan Ringkik Kuda” Sebuah dedikasi terhadap kesenian Ketoprak yang dilakukan
oleh Dawat, ia telah puluhan tahun menggumuli dunia panggung Ketoprak. Walaupun
kesenian Ketoprak telah ditinggalkan oleh para penontonnya namun ia tetap teguh
membuat kisah-kisah yang akan dia pentaskan. Kecintaannya terhadap kesenian
Ketoprak tidak pernah pudar walaupun ia telah tua dan penonton semakin berkurang.
“Paing”
sebuah potret kisah orang-orang kecil yang mencari peruntungan di kota Jakarta.
Dia seorang laki-laki yang jujur, majikannya menyukai dia namun ia harus
berhenti untuk mencari pekerjaan lain. Menurutnya Lebih baik hidup mandiri,
jadi kere atau raja yang mulai kita sendiri. Hidup jadi buruh mebel itu sama
saja dengan hidup mengabdi pada majikan. Sekeras-kerasnya kita kerja,
majikanlah yang mulia. Namun, memilih untuk hidup mandiri di kota besar banyak
cobaannya, ia berganti-ganti pekerjaan yang pada akhirnya ia mengabdi laki pada
majikan. Walaupun ia sangat di sukai oleh majikannya karena jujur, namun ia
tidak tahan karena pengabdiannya tetap dihargai dengan gaji yang ia sepakati.
“Mata
yang Enak Dipandang” cerpen ini menceritakan kisah pengemis buta dan
penuntunnya ketika sedang mengemis di stasiun. Pengemis buta dan penuntunnya
berselisih paham mengenai sasaran mereka ketika mengemis, si penuntunnya
memilih gerbong kelas satu yang isinya orang-orang bermata dingin seperti bambu,
mata yang menyesal karena telah bertatap sosok seorang kere picek dan
penuntunnya, mata yang bagi pengemis itu membawa kesan dunia yang amat jauh. Sedangkan
pengemis memilih gerbong kelas tiga lalu mencari mata yang enak dipandang.
0 komentar:
Posting Komentar