Mau hidup
enak-enak!
Ketika
masih sekolah SD di tahun 90-an, guru paling sering bertanya, “Anto, kalau
sudah besar mau jadi apa?”. Spontan aku jawab, “Pegawai Bank, bu”. Wajar saja
saya mau jadi pegawai Bank karena dikeluarga hanya ada dua jenis pekerjaan, pertama
jadi seperti Bapak, seorang pegawai bank yang selalu tampil dengan baju kemeja
dan berdasi, kerja di depan komputer, punya kendaraan motor dinas Honda Wing,
sebelum ke kantor sepatu di lap sampai kinclong. Kedua, seperti Ibu, seorang
guru SD yang mengajar di pelosok desa, kalau musim hujan harus libur karena
sekolahnya kebanjiran. Kebanggaan terbesar seorang guru kalau memakai pakaian
Korpri saat upacara bendera 17 Agustus, selebihnya hidup seorang guru terlihat
memperihatinkan karena harus berurusan dengan koperasi.
Sebenarnya,
terkadang ingin jadi guru seperti ibu, mengabdi untuk kemajuan anak bangsa
tetapi penampilan seorang karyawan Bank selalu lebih menggiurkan di mata
seorang anak kecil apalagi saat belajar bahasa Inggris, kalau nyebut karyawan
Bank harus Bank Officer daripada Teacher, it is too simple in my ears.
Jadilah, saya seorang anak kecil yang bermimpi kelak bisa berpakaian necis
kayak bapak.
Tetapi,
semua berubah ketika masuk SMP, terkadang ada teman yang berpikiran out of the
box, kalau ditanya cita-cita dia tidak menjawab sebuah pekerjaan tetapi dia
menyampaikan sebuah harapan yang mungkin sangat tidak mungkin dikabulkan,
kalaupun dikabulkan hanya satu dari satu milyar penduduk bumi ini. Jawaban
temanku ini unik tetapi sangat menarik hatiku, dia bakal menjawab, aku ingin
muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Betapa mulia cita-cita anak
ini. Kadang aku berpikir, “ Brengsek, kok dia bisa kepikiran cita-cita begitu.”
Semenjak saat itu aku telah tertular dengan cita-cita “mission impossible’.
Perkembangan
teknologi membawa perubahan besar terhadap pemikiran anak-anak yang lahir di
Era 90-an keatas, sekarang mereka sering disebut generasi Y atau Milenial. Saat
masih SMP dan SMA bahkan sampai sekarang televisi sebagai media informasi
terbesar yang ditonton oleh sebagaian besar anak-anak termasuk saya, saya sudah
bisa menonton seorang yang terlahir miskin, tiba-tiba menjadi kaya karena
bertemu dengan perempuan cantik dari keluarga kaya. Tutorial orang dewasa
berpacaran atau pertengkaran-pertengkaran yang bisa timbul jika berkeluarga,
terkadang aku juga senang melihat artis-artis yang saling tuding menuding
penyebab perceraian mereka. Tetapi satu hal kekecewaan ketika masih
kanak-kanak, kok kakak-kakak JKT 48 belum muncul, yaaa. Mungkin aku akan
menjadi fans garis kerasnya.
Ingin
menjadi orang kaya ketika masih tua menjadi misiku ketika beranjak dewasa,
untuk foya-foya di masa muda sudah tidak mungkin terjadi karena penghasilan
orangtua hanya cukup untuk membiayai warisan satu-satunya, yaitu pendidikan. Waktu
itu dipikiran saya untuk jadi orang kaya hanya ada beberapa pekerjaan, pertama
menjadi seorang pedagang, karena modal tidak ada jadilah saya mencoret kemungkinan
itu, kedua menjadi seorang bupati, entah kenapa setiap bupati itu terlihat kaya
dan mungkin memang kaya, ada yang kaya sebelum menjabat, adapula kaya setelah
menjabat. Kemarin saja saya baru sadar setelah mendengar perkataan Bapak
Menteri dalam Negeri mengatakan, bahwa “selama KPK ada sudah 351 kepala daerah
yang tertangkap”. Untuk menjadi seorang Bupati, aku mundur karena merasa masih
terlalu muda dan pusing dengan politik, sepertinya perlu modal juga. Jadilah
saya mendaftar di Universitas memilih jurusan Kedokteran sebanyak dua kali, aku
lihat dokter-dokter di daerahku termasuk dalam daftar orang kaya, kalau aku
sakit, dokternya cuma nanya kurang lebih 5 menit, ibuku bakal membayar Rp.50ribu.
Aku kadang heran, hanya dengan menjawab pertanyaan, seorang dokter bisa tahu
penyakitku dan akan sembuh tetapi uang ibuku akan berpindah tangan. Sakit
adalah hal menakutkan bagiku karena uang belanja ibu akan berkurang. Kali ini
bukan saya yang menolak jadi dokter, tetapi sebaliknya, kemampuanku tidak mampu
lulus tes masuknya, untuk jadi seorang dokter harus menjawab tes Matematika,
Fisika, dan Kimia, kalau sekarang kebanyakan orang meneriakkan anti komunis maka aku anti sama
ketiganya. Jadilah, aku anak ekonomi yang berharap kuliah santai tetapi kalau
sarjana jadi Manajer Perusahaan Ternama di bursa Efek Indonesia. Itulah
cita-cita mulia seorang anak ekonomi untuk mereka yang telah memiliki
perusahaan keluarga, sedangkan aku tetap pada “mission impossible”.
Pagi
tadi, ada hiruk pikuk di salah satu postingan Instagram, si mimin mengupload
mengenai captured berita online yang menampilkan sebuah perkiraan gaji seorang
karyawan BUMN dalam sebulan. Hanya perkiraan, yang tahu pasti hanyalah mereka
yang menerima struk gaji sebenarnya. Di kolom komentar terdapat, beberapa
nyinyiran karyawan, “7 jutaan iyaa emangnyaa? sambil tag beberapa temannya. Ada
juga netizen yang ngomen, “Di Papua gak sampe 7 juta”.
Saking
penasarannya saya stalking akun Intsgaram mereka seperti waktu suka jadi Polisi
Sosial Media mantan, ternyata mereka yang nyinyir itu termasuk adalah pegawai
yang masih sangat baru, belum cukup setahun kerja. Mereka salah satu contoh generasi
Y (Milenial) dan salah satu karakteristik generasi Y (Milenial) adalah mudah
tergiur dengan uang karena mereka sangat mempertimbangkan keadaan finansilanya.
Kalau kalian jadi generasi Y tetapi tidak memiliki barang-barang bermerk, makan
di café-café yang lagi hits, ataupun tidak pernah liburan ke luar kota atau
luar negeri. Berarti kamu termasuk golongan generasi Y yang “cupu”.
Sebenarnya,
kebutuhan yang banyak dapat membuat seorang calon pekerja menjadi lebih
termotivasi untuk semakin meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar bisa
bersaing mencari pekerjaan yang mengiming-imingkan gaji tinggi. Tetapi, akan
menjadi bumerang jika ternyata gaji yang dijanjikan tidak sesuai dengan perkiraannya
atau informasi penghasilan dari situs-situs di dunia maya yang nggak jelas
sumber informasinya (yang penting banyak dikunjungin). Beban kerja yang tinggi
dan penghasilan yang dirasa kurang akan menurunkan motivasi seorang pekerja
atau bahkan akan sibuk mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan gaji
tinggi. Seringkali mereka akan mengeluh dengan keadaan yang menimpanya sejak
bergabung di perusahaan tempatnya bekerja, namun mereka lupa bersyukur bisa
makan, mengirimkan uang ke kampung dan pulang lebaran dari gaji perusahaanya.
Belum tentu di perusahaan lain kamu bisa berbuat begitu apalagi berpikir untuk
beli sepatu bermerk dan liburan ke luar negeri. Hahahaha Anak muda sekarang mau
gaji tinggi tetapi sering mengeluh, seolah-olah hanya hidupnya yang paling susah.
Seperti
kata temanku waktu SMP, “Muda Foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”.
Sekarang semboyan itu seperti, “it’s bullshit man”. Nikmati saja gaji yang
sekarang sambil berusaha menemukan kebahagian apalagi buat yang masih jomblo.
0 komentar:
Posting Komentar