Film Planet of The Apes yang disutradari oleh Tim Burton merupakan film yang membuat saya merasa ketakutan jika membayangkan kelak bumi yang sekarang dikuasai oleh manusia diambil alih oleh kawanan kera. Saat ini manusia adalah predator yang paling beringas membunuh hewan dan merusak hutan untuk kepentingan ekonomi. Kelak jika kera-kera menguasai bumi, apakah mereka akan menjadi predator yang membinasakan umat manusia atau sebaliknya mereka mampu hidup berdampingan dengan manusia, selalu menjadi pertanyaan dalam benak saya.
Hampir setiap hari di media kita menyaksikan bagaimana beringasnya manusia membunuh hewan dan merusak hutan untuk membuka pertambangan dan lahan perkebunan. Bahkan, manusia menganggap hewan adalah hama bagi mereka. Seperti halnya yang terjadi di Pulau Borneo (Kalimantan), luasnya hutan hujan telah berganti dengan semakin meluasnya lahan perkebunan sawit dan karet serta semakin rusaknya hutan karena tanahnya mengandung batubara yang dijadikan bahan bakar bagi usaha industri.
Orangutan Kalimantan (Borneo Pygmaeus) tersebar di wilayah Kalimantan dan Malaysia (Sabah dan Sarawak) jumlahnya semakin berkurang akibat dari hutan tempat mereka tinggal telah rusak dan perburuan Orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan atau diikutkan dalam sirkus serta dibunuh. Namun kita masih dapat menyaksikan kepedulian terhadap kelangsungan hidup Orangutan agar mereka tidak punah seperti yang dilakukan oleh Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation. Mereka yang direhabilitasi di kawasan hutan buatan BOS adalah Orangutan dan Beruang Madu yang malang namun mereka lebih beruntung daripada Orangutan yang mati di alam liar karena ulah manusia.
Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation memiliki dua pusat rehabilitasi bagi Orangutan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Salahsatu yang saya kunjungi adalah pusat rehabilitasi yang terletak di Samboja Lestari, Kalimantan Timur, sekitar 38 km dari Kota Balikpapan. Perjalanan bisa ditempuh dengan mengendarai mobil karena jalanan yang akan kita lalui beraspal, namun setelah memasuki kawasan konservasi, kita harus melalui jalan tanah yang berbukit dan bila hujan, kubangan air akan menyulitkan untuk itu sebaiknya memakai mobil offroad. Perjalanan saya menuju ke pusat rehabilitasi Orangutan merupakan perjalanan pertama sehingga saya tidak mengetahui jika ingin berkunjung harus mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan nomor antrian. Pengunjung yang bisa masuk dalam pusat rehabilitasi dibatasi hanya berkisar 50 orang per hari. Mungkin itu terdengar tidak adil bagi pengunjung atau menguntungkan untuk sebuah objek wisata. Namun, inilah yang membedakan tempat rehabilitasi dan kebun binatang. Di tempat rehabilitasi ini, Orangutan diajarkan/dilatih agar bisa dibebasliarkan sehingga interaksi mereka dengan manusia sangat dibatasi untuk mengembalikan insting binatang mereka.
Sebelum memasuki kawasan rehabilitasi BOS, kita harus melewati pos penjagaan. Kami beruntung karena petugas membolehkan kami untuk masuk melihat proses rehabilitasi Orangutan. Petugas yang akan menemani kami bernama Nisa. Dia telah bekerja merawat Orangutan yang sedang direhabilitasi selama 15 tahun. Sambil membawa kami berkeliling, dia juga bercerita tentang Orangutan dan Beruang Madu yang harus menjalani rehabilitasi. Kebanyakan Orangutan yang berjumlah 149 ekor dan Beruang Madu sebanyak 50 ekor memiliki latarbelakang kisah yang sangat menyedihkan yang semakin memperlihatkan bagaimana beringasnya manusia merebut hak mereka.
Sekitar 500m dari pintu masuk, kita tiba dikandang rehabilitasi beruang madu. Di kandang yang luasnya kira-kira 2.5 hektar tinggal tiga ekor beruang madu bernama Lady, Dawai, dan Kristina hasil sitaan dari pemilik sebelumnya. Kedatangan kami disambut oleh Lady yang mendekat ketika mendengar dan mencium bau manusia, ia berusaha mencari perhatian kami, indera penciuman beruang madu bisa hingga radius 2km. Menurut Nisa, Lady telah terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga naluri binatangnya telah menghilang. Seharusnya jika kita mendekat beruang madu harusnya menjauh bukan mendekat. Begitu halnya dengan pola hidup yang seharusnya tergolong hewan nokturnal namun sekarang mereka beraktifitas di siang hari. Lady dan kedua beruang madu lainnya telah terbiasa meminta makanan kepada pengunjung, mereka telah kehilangan naluri berburunya, sehingga sulit untuk dibebaskan ke alam. Beruang madu dalam sehari mampu menghabiskan buah-buahan sebanyak 5 kg, meminum susu 1 liter, dan mereka sangat suka meminum madu.
Setelah dari tempat rehabilitasi Beruang madu, kami kembali mengendarai mobil menuju ke tempat rehabilitasi Orangutan. Saya terkejut melihat tempat rehabilitasi Orangutan karena mereka ternyata tidak di kandangkan tetapi dilepaskan di sebuah pulau buatan yang dikelilingi sungai-sungai kecil. Mereka sengaja menjadikan sungai sebagai batas tiap pulau meniru hutan tempat Orangutan yang sebenarnya.  Sepenuturan Nisa, terdapat 13 Pulau buatan yang dijadikan tempat rehabilitasi. Luas satu pulau mulai dari 1 hektar hingga 4 hektar walaupun menurut saya itu adalah tempat yang luas untuk dijadikan tempat tinggal namun tidak untuk Orangutan yang memiliki kebiasan menjelajah. Orangutan jantan adalah hewan territori sehingga satu pulau hanya dihuni satu pejantan dan 2-5 betina, itupun kalau mereka merasa cocok satu sama lain jika tidak maka akan terjadi persaingan yang membuat mereka saling membunuh.
Nisa lalu kembali bertutur tentang Orangutan yang ada di tempat rehabilitasi, mereka (Orangutan) yang bernasib malang. Ternyata terdapat banyak kisah pilu mengenai Orangutan yang belum saya ketahui, selain Orangutan ini diambil dari sirkus, ada juga yang disita karena dijadikan hewan peliharaan, atau ditemukan oleh warga diperkebunan yang kemudian diselamtakan ke tempat rehabilitasi. Selain itu, sekitar 40 Orangutan menderita TBC yang ditularkan oleh manusia, TBC mereka tidak bisa disembuhkan karena bukanlah penyakit yang bisa mewabah di kawanan Orangutan. Begitu halnya dengan kebanyakan bayi Orangutan di tempat rehabilitasi ditemukan tanpa induk. Sehingga pengasuh harus mengajarkan kebiasaan yang dilakukan oleh Orangutan, naluri meniru mereka sangatlah peka.
Kami kemudian bertemu dengan Orangutan Jantan yang bernama Bujang, menurut Nisa umur Bujang sekarang 31 tahun, ia telah tergolong dewasa. Umur Orangutan bisa hingga 65 tahun seperti halnya manusia karena mereka memiliki kekerabatan Gen yang sangat dengan kita. Bujang lahir di tempat sirkus hingga umur 15 tahun lalu dibawa ke tempat rehabilitasi sekarang dia sudah 16 tahun direhabilitasi namun petugas rehabilitasi tidak mampu mengembalikan naluri binatang Bujang karena telah terlalu lama berinteraksi dan meniru kebiasaan manusia. Bujang ketika berjalan menggunakan kedua kaki-nya layaknya seorang manusia. Dia tidak mengfungsikan tangannya ketika berjalan. Namun, hal yang paling menyedihkan yang diderita oleh Bujang adalah masalah psikologisnya. Ia dinamakan Bujang karena sama sekali tidak tertarik kawin dengan Orangutan betina walaupun telah dewasa. Menurut Nisa, si Bujang malah lebih tertarik dengan perempuan manusia yang berambut pirang. Ia sesekali melirik kami yang berada diseberangnya sambil beristirahat di bawah bangunan yang dijadikannya tempat berteduh dari sinar matahari siang. Di pulau tempat Bujang, tinggal pula Orangutan betina bernama Ani. Sama halnya dengan Bujang, Ani memiliki permasalahan psikologis yaitu tidak tertarik dengan Orangutan jantan tetapi tertarik dengan laki-laki manusia karena dari bayi ia diasuh dengan petugas laki-laki. Ani ditemukan di perkebunan saat umurnya masih setahun, sekarang dia telah berumur 25 tahun dan sudah tergolong dewasa. Dengan faktor kesamaan itu Bujang dan Ani ditempatkan di pulau yang sama, namun walaupun begitu mereka tidak pernah kawin.
Di sebelah pulau tempat tinggal Bujang dan Ani, terdapat Orangutan lainnya yang bernama Romeo yang diselamatkan dari tempat sirkus di Taiwan dan Isti dari sirkus Ancol. Mereka juga telah sangat terbiasa berinteraksi dengan manusia sehingga tidak takut jika ada manusia yang mendekat. Mbak Nisa bercerita banyak tentang kebiasaan Orangutan yang belum kami ketahui. Orangutan itu hewan yang sangatlah pemalu namun juga pendendam. Perilaku pemalu Orangutan betina bisa terlihat ketika melahirkan petugas yang menjaganya selalu siaga namun pada saat petugas lengah tiba-tiba anaknya sudah lahir. Sedangkan pendendam karena Orangutan itu bisa mengingat siapa yang baik dan jahat terhadap mereka. Orangutan sangat membenci dokter hewan karena tiap tahun mereka rutin diperiksa kesehatannya. Makan yang paling disukai oleh Orangutan adalah durian, kami lalu bertanya, apakah mereka bisa membuka buah durian yang kulit luarnya dipenuhi dengan duri. Menurut Mbak Nisa, untuk mereka itu sangatlah mudah karena kekuatan Orangutan jantan 10 kali kekuatan laki-laki dewasa dan Orangutan betina 5 kali kekuatan perempuan. Menurutku inilah jawaban sering kita temui berita di media jika Orangutan ditemukan mati dengan luka tembak di badannya. Manusia memang adalah makhluk lemah.
Kedekatan gen dengan manusia membuat beberapa prilaku Orangutan dan manusia kadang menjadi sangatlah mirip. Sepunuturan mbak Nisa di sini terdapat juga Orangutan yang “ganjen” karena puber sebelum waktunya. Siklus tubuh Orangutan betina seperti halnya dengan perempuan, yaitu mengalami haid tiap bulannya. Orangutan betina tersebut bernama Citra, ketika umurnya masih 11 yang tergolong Orangutan remaja tetapi dia telah hamil. Usia yang masih sangatlah muda membuat Citra secara mental belum siap untuk memiliki anak dan dia belum memiliki role mode (tiruan) sebagai contoh membesarkan bayi sehingga ketika anaknya lahir dia menginjak-injak bayinya. Citra adalah Orangutan yang disita dari sirkus. Namun, ada juga Orangutan betina bernama Marie yang tahu tentang melahirkan dan bisa merawat bayi-nya. Usia kehamilan Orangutan juga 9 bulan sebelum melahirkan. Aku lalu bertanya, “Selama hidup Orangutan betina bisa melahirkan berapa kali ?”. “Hanya dua kali, mereka pun baru hamil lagi anak kedua setelah 8 tahun.” Jawab Mbak Nisa. Dengan siklus melahirkan yang sangatlah lambat, mereka (Orangutan) sangatlah terancam dari kepunahan jika terus diburu dan dibunuh.
Seperti halnya manusia, Orangutan bisa juga stress yang membuat dia membentur-benturkan kepalanya. Selain itu jika Orangutan sakit, mereka akan sangat manja dan kadang juga tidak memiliki nafsu makan sehingga petugas rehabilitasi harus mengetahui makan kesukaan Orangutan yang sakit. Menurut Nisa, ada Orangutan yang jika sakit tidak mau makan buah-buahan tetapi ketika diberikan ayam goreng baru dia mau makan. Kembali lagi Orangutan ini ketika dipelihara terbiasa diberikan makan ayam goreng sehingga ia telah terbiasa memakan makanan yang sebenarnya bukanlah pakan mereka.
Sebenarnya tempat rehabilitasi Orangutan dan Beruang Madu di BOS sangatlah luas, namun karena sebelumnya kami tidak memiliki janji jadi kami harus menyudahi kunjungan kami. Namun menurutku dengan dua tempat itu saja sudah sangatlah berkesan dan bermanfaat bagi saya yang belum mengetahui informasi yang banyak terkait Orangutan dan Beruang Madu. Sebelum kami pulang, kami diajak mengunjungi penginapan yang ada di kawasan konservasi. Samboja Lodge adalah usaha yang dikelola oleh BOS Foundation, di sini pengunjung bisa menginap dan menikmati suasana alam Kalimantan. Pengunjung juga diberi pengetahuan terkait bagaimana pentingnya menjaga hutan dan menanam kembali lahan-lahan hutan yang telah kritis. Pengunjung juga bisa menikmati paket tour di kawasan hutan konservasi sehingga bisa melihat kebiasaan Orangutan di alam liar.
BOS Foundation adalah organisasi Non-profit yang didekasikan untuk merehabilitasi Orangutan dan habitatnya. Didirkan sejak tahun 1991, sejak saat itu mereka telah menyelamatkan lebih dari 2.300 Orangutan dengan bantuan 400 orang staff. Di kawasan konservasi Samboja saja terdapat kurang lebih 140 orang staff untuk merehabilitasi Orangutan dan Beruang Madu serta menjaga keamanan kawasan konservasi agar tidak di rusak manusia. Mereka (Orangutan,Beruang Madu, dan Hutan) membutuhkan donasi untuk tetap menjaga keberlangsungan kehidupan mereka. Mereka tidak akan berada dalam kawasan konservasi jika manusia tidak merusak habitat mereka. Mereka membutuhkan bantuan donasi kita, manusia-manusia yang masih peduli terhadap keseimbangan alam dan hak-hak makhluk hidup lainnya. Bumi tidak diciptakan hanya sebagai rumah bagi manusia tetapi untuk semua makhluk hidup.
Kebanyakan dari mereka tidak bisa kembali hutan, rumah mereka yang sebenarnya. Selain naluri yang semakin memudar, rumah tempat tinggal mereka telah tidak ada akibat dari meningkatnya pembukaan hutan untuk perkebunan dan pertambangan. Tidak ada lagi ekosistem hutan yang layak untuk mereka tinggali. Tempat tinggal terbaik bagi Orangutan dan Beruang madu berada di ketinggian 2500mdpl yang mana tempat itu juga cocok untuk dijadikan lahan perkebunan. Pakan mereka semakin susah selain itu mereka juga diburu dan dibunuh oleh manusia. Sehingga, beberapa dari mereka harus tinggal di kawasan konservasi selamanya, kebutuhan pakan dan perawatan mereka harus dipenuhi yang berarti memiliki biaya. Menurut Mbak Nisa, donasi yang mereka dapatkan kebanyakan dari perusahaan, orang asing, dan juga warga Indonesia yang masih peduli terhadap keberlangsungan hidup Orangutan. Semakin banyak donasi yang diterima BOS Foundation semakin baik pula untuk rehabilitasi dan kehidupan Orangutan, Beruang Madu di kawasan konservasi.
Jika kita ingin memberikan donasi kepada Orangutan dan Beruang Madu, kita diberikan banyak sekali pilihan-pilihan yang menarik. Kita bisa mengadopsi Orangutan, dengan menetukan Orangutan yang akan kita adopsi. Disediakan pula pilihan adopsi, apakah kita ingin mengadopsi per bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan spesial adopsi.  Pilihan adopsi perbulan kita bisa memilih nama Orangutan-nya, seperti aku memilih untuk mengadopsi bayi Orangutan yang bernama Ben, ia adalah bayi Orangutan yang ditolak oleh induknya, di brosur donasi ia menampakkan wajah malas selain itu Ben adalah nama yang bagus itu seorang Orangutan. Sedangkan untuk spesial adopsi, kita mengadopsi dua Orangutan sekaligus, mereka memiliki kisah yang membuat sedih dan semakin membenarkan keberingasan manusia. Shelton ditemukan dengan sembilan luka tembakan ditubuhnya, beberapa tembakan membuat mata kanannya buta permanen. Sedangkan, Kopral tidak memiliki tangan akibat ketika dipelihara ia menderita luka bakar, saat dibawa ke tempat konservasi BOS, kedua tangannya telah membusuk sehingga harus diamputasi. Namun walaupun tidak mempunyai tangan ia tetap bisa memanjat pohon dengan menggunakan kaki dan mulutnya. Kedua Orangutan ini sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang lebih karena kekurangannya. Mereka juga tidak akan mungkin dibebasliarkan ke hutan karena di kawanan Orangutan, mereka tidak mengenal Orangutan buta dan puntung sehingga akan terus berada dikawasan konservasi. Saya bersama dengan teman-teman kantor, memilih adopsi spesial untuk Shelton dan Kopral selama setahun.
Sekali lagi mereka butuh kepedulian kita untuk menyelamatkan kehidupan Orangutan, Beruang Madu, dan semua hewan yang terancam punah akibat perburuan dan pembunuhan. Mereka jika hidup di hutan memang saling memburu namun yang menjadi musuh utama mereka bukanlah persaingan dengan binatang lainnya tetapi kita, manusia yang semakin serakah untuk menguasai bumi. Jadilah orang yang ikut peduli terhadap bumi untuk kehidupan semua makhluk hidup. Salahsatu yang bisa kita lakukan dengan memberikan donasi dengan mengklik http://donation.orangutan.co.id atau mengunjungi website www.orangutan.or.id untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait konservasi yang dilakukan oleh Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation.




Orangutan bernama Bujang
Beruang Madu bernama Dawai







Daftar antrian pengunjung
Jalanan di kawasan konservasi