Mengingatnya hanya menambah rasa bersalah
"Basri, dengar nasihatku. Cinta ini, cinta yang mekar di tengah kerusuhan. Cinta saat kerusuhan tak akan mampu bertahan. Basri, demi keamanan, sementara ini jangan hubungi siapa-siapa."
Novel Lelaki Yang Membunuh Kenangan ditulis oleh Faisal Tehrani, seorang penulis berkebangsaan Malaysia. Terbit pertama kali pada tahun 2000 dengan judul Cinta Hari-Hari Rusuhan. Faisal Tehrani tentu menuliskan keresahan yang dia rasakan di negaranya, ternyata saat membacanya keresahannya tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Dalam novelnya ini dia mengkritik, ketimpangan ekonomi dalam masyarakat, kebijakan pemerintah, feodalisme, dan rasisme. Dia mengikat keresahan-keresahanya dengan kisah percintaan sepasang mahasiswa bernama Basri dan Valizah. 

Mendengar/membaca "Malaysia" yang seringkali teringat adalah rivalitas sepakbola, kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia, dan menara kembar Petronas (tidak sah berkunjung di Malaysia jika tidak berswafoto di menara Petronas). Selain itu hampir tidak ada informasi lagi yang membahas tentang kondisi masyarakatnya, Malaysia yang merdeka dari kolonialisme Inggris lalu bangkit dari negara miskin menjadi negara berkembang bahkan menurut Bank Dunia (World Bank) yang dikutip dari laman berita katadata.co.id Malaysia akan menjadi negara maju (high income) antara tahun 2020-2024. Orang-orang Indonesia yang melihatnya dari seberang lautan seringkali memuji laju pertumbuhan ekonomi Malaysia, ada yang beranggapan penyebabnya karena menjadi jajahan Inggris sambil menyesalkan dijajah orang-orang Belanda. Pembaca yang budiman, tidak ada satupun negara jajahan yang diuntungkan oleh sistem Kolonialisme.

Perkembangan kemajuan ekonomi Malaysia tidak hanya mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh (dibaca:sekelompok golongan) rakyatnya tetapi juga menyingkirkan mereka yang terpinggirkan. Seperti halnya yang diceritakan dalam Novel Lelaki Yang Membunuh Kenangan, Basri, Valizah bersama kawan-kawannya dalam gerakan mahasiswa Universitas Malaya mengkiritisi kebijakan DEB (Dasar Ekonomi Baru) yang diperkenalkan pada tahun 1971 oleh perdana menteri Tun Abdul Rasak. Tujuannya untuk memajukan kaum Melayu dan mengurangi dominasi orang keturanan Tionghoa-Malaysia. Namun, yang terjadi;
"Maksud Zurah, kalau misalnya ada yang sukses, itu hanya kesuksesan segelintir elite. Kelompok tertentu saja, bukan seluruh rakyat. Ada lapisan masyarakat yang terabaikan. Mereka hanya mendapat percikannya." tambah Valizah penuh semangat.

"Kisah cinta beda kasta" antara Basri seorang anak petani dengan Tengku Valizah seorang keturunan bangsawan kerajaan memang terdengar klise. Namun begitulah adanya, cinta yang tumbuh di masa-masa kerusuhan ditambah dengan pertentangan kasta dan kemampuan ekonomi akan sangat dramatik. Orangtua Basri bisa menerima Valizah, sedangkan orangtua Valizah tidak sepenuhnya menolak Basri namun selalu ada harapan anaknya menikah dengan keluarga bangsawan juga. Malaysia memiliki bentuk pemerintahan Monarki Konstitusional, negara kerajaan yang diatur oleh konstitusional. Kepala negaranya adalah seorang raja yang disebut Yang di-Pertuan Agong (Raja Malaysia). Menjabat selama lima tahun, dipilih oleh sembilan Sultan di negeri-negeri Malaya. Terlahir sebagai keluarga bangsawan tentu sebuah privilege. Anak-anak dari keluarga bangsawan bisa menikmati pendidikan di luar negeri, saat mahasiswa di Malaysia sedang turun ke jalan-jalan di Kuala Lumpur menentang pemerintah. Sedangkan, anak-anak bangsawan lebih sering menghabiskan waktu dengan berpesta, salah satunya Raja Hisyamudin.
Pembaca akan merasakan berbagai kesusahan yang menyertai kisah cinta keduanya, walaupun begitu mereka tetap menjaga cinta dengan situasi yang benar-benar berbeda. Kasih sayang yang berakhir dengan melukai mereka berdua, skizofrenia tipe peuperal psychosis dan exile.

Demo Baling yang terjadi 1974 melatarbelakangi konflik yang terjadi pada Novel Lelaki Yang Membunuh Kenangan, dikutip dari laman malaysiakini.com bahwa selepas pilihan raya 1974 negara digemparkan dengan kenaikan harga barang dan kejatuhan ekonomi termasuklah harga getah. Akibatnya ada laporan bahwa masyarakat Kedah mengalami kelaparan hingga terpaksa memakan ubi kayu yang mengandung racun yang menyebabkan kematian tetapi tidak diakui oleh pemerintah. Maka muncullah gerakan demo terbesar dalam sejarah gerakan mahasiswa di Malaysia, melibatkan hampir 10.000 orang mahasiswa. Demo yang berakhir dengan penangkapan 1.128 pelajar oleh FRU (Federal Unit Reverse), bahkan polisi memasuki Universiti Malaya dan Universiti Kebangsaan untuk menggeledah asrama dan menangkapi mahasiswa. Gerakan yang lahir dari hati nurani generasi muda bagi memperjuangkan nasib rakyat dari ditekan oleh pemerintah harus dibayar dengan mahal dengan dilakukannya perubahan Akta Universiti dan Kolej Universiti (AUKU) pada tahun 1975 yang melarang mahasiswa untuk terlibat dengan politik dan organisasi luar, sebuah tragedi hitam dalam sejarah gerakan mahasiswa Malaysia.
Pada akhirnya pembungkaman selama bertahun-tahun menciptakan budaya baru pada mahasiswa, yang dalam novel disampaikan dalam sebuah forum salahsatunya Profesor Madya Doktor Mahadi Khair;
"Saya juga ingin menegur kegiatan mahasiswa di asrama. Asrama ini melawan asrama itu. Saling bersaing untuk menunjukkan yang paling hebat. Asrama A dinner di hotel, asrama B melakukan hal yang sama di hotel yang lebih mewah. Persaingan apa ini? Aneh sekali."

Mahasiswa Malaysia yang terdiri dari berbagai etnik (Melayu, Tionghoa, India) pun pasti tidak luput dari berbagai pertikaian, namun sebelum perubahan AUKU mereka dapat bersatu dalam mengkritik kebijakan pemerintah ataupun kebijakan negara lain. Namun, setelahnya mereka tidak berjuang bersama-sama lagi walaupun yang berkembang adalah isu sejagad, masalah KORUPSI.

Faisal Tehrani tidak hanya mengkritik gerakan mahasiswa setelah tahun 60an dan 70an, dia juga tidak berlama-lama dengan mengagung-agungkan heroiknya tokoh-tokoh gerakan masa itu. Dia memunculkan beberapa karakter mahasiswa yang berjuang dengan Basri dalam gerakan mahasiswa akhirnya mengingkari perjuangan mereka setelah berkuasa di pemerintahan. Hampir tidak ada idealisme yang tidak dimakan oleh jabatan dan kemewahan (dibaca:uang).

Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, kebanyakan idealisme hanya bertahan ketika masih kuliah sampai dengan tes wawancara terakhir saat melamar pekerjaan. Setelah itu, demi jabatan dan kehidupan yang lebih baik (dibaca:kemewahan/uang) semua idealisme akan ditanggalkan.
Seperti kata salahsatu senior kepada saya saat menawarkan pekerjaan bahwa,"bahwa idealisme itu akan luntur dengan sendirinya," sambil mengusap-usap perut buncitnya.


Judul : Cinta Hari-Hari Rusuhan / Lelaki Yang Membunuh Kenangan
Penulis/Penerjemah : Faisal Tehrani / Ary Nur Azizah
Penerbit : Bentang
Terbit : Mei 2019

Sumber artikel : 
https://www.malaysiakini.com/news/216550
https://katadata.co.id/berita/2018/10/24/malaysia-diramal-jadi-negara-maju-2024-bagaimana-peluang-indonesia
https://www.dictio.id/t/apa-bentuk-dan-sistem-pemerintahan-malaysia/62615






https://www.malaysiakini.com/news/216550