Pernikahan, perceraian, dan kebahagiaan adalah pilihan pribadi, Life as Divorcee.

Life as Divorcee

Pengalaman menikah belum, apalagi dengan bercerai. Orang tua pun berpisah bukan karena bercerai tetapi ajal yang tidak bisa ditunda kedatangannya. Ajaran agama mana pun tidak ada yang mengajarkan mengakhiri pernikahan dengan bercerai. Perceraian pun menjadi sesuatu yang dianggap tabu untuk dibicarakan, tetapi jumlah pasangan yang bercerai semakin meningkat. Buku "Life as Divorcee" karya Virly K.A ini sangat menarik karena topik utama yang dibahas adalah perceraian. 

"Bercerai bukan berarti atau enggan menyelesaikan masalah. Sama seperti mempertahankan rumah tangga setelah badai, bercerai juga merupakan solusi. Sama bobotnya. Sama halnya tidak ada yang salah dengan keputusan perempuan untuk meminta cerai dengan pertimbangan kebahagiaan sendiri. Bukankah kita memang bertanggung jawab terhadap kebahagiaan masing-masing?" 

Lalu, kenapa masih banyak orang yang menggantungkan kebahagiaannya kepada pasangannya padahal perasaan bahagia itu sangat lah pribadi. Mungkin saja kamu merasa bahagia bersama pasanganmu tetapi mungkin saja dia merasa sebaliknya, kamu berjuang bertahan sedangkan dia sebenarnya ingin mengakhiri semuanya namun bertahan karena mengasihanimu. Barangkali kamu bertahan karena takut dengan stigma negatif dari masyarakat jika bercerai walaupun setiap hari kamu mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kamu menyalahkan dirimu sendiri karena salah memilih pasangan hanya karena kamu percaya bahwa perasaan cinta cukup untuk memulai mengarungi kehidupan berumah tangga selamanya.

Dalam buku "Life as Divorce" Virly K.A berbagi pengalaman dan pandangannya tentang berbagai hal, mulai dari pengalaman perceraiannya, sebelum bercerai dia menyarankan orang beberapa hal yang harus diketahui seperti menjadi seorang divorcee tidak sama dengan kembali single terutama jika memiliki anak. harus siap sebagai orangtua tunggal, berani mengambil keputusan sendiri, mengatur keuangan, berkomunikasi dengan mantan jika memiliki anak. 

Bagian yang paling menarik bagi pembaca yang belum menikah adalah pre-marriage talks I didn't do. Menurutnya pre-marriage talks adalah hal penting yang harus dilakukan sebelum memutuskan menikah. Mulai dari saling terbuka membicarakan prinsip hidup masing-masing, lalu tentang kesesuaian rencana dan impian, kemudian soal anak terutama tentang soal pola asuh anak yang akan diterapkan, keterbukaan pengelolaan keuangan, pelanggaran yang tidak ditoleransi, dan sex stuffs.

Selain itu Virly juga memberikan saran kepada perempuan untuk tidak menikah dengan laki-laki yang memiliki perilaku tertentu, seperti laki-laki yang tidak paham dengan konsep concent (persetujuan),  menyetir tanpa aturan, memiliki perbedaan yang sangat banyak, mengabaikan Tuhan, kasar pada pramusaji, enggak ada butterflies-on-my-stomatch feeling.

Walaupun beberapa pembahasan berdasarkan pengalaman dan pemahaman pribadi namun tidak mengurangi sifat universal pada setiap hal yang dibahas, misalnya pembahasan tentang jenis-jenis suami yang enggak worthy dipertahankan, perkara hamil di luar nikah, co-parenting bagi pasangan yang bercerai. 

Bagi perempuan yang telah menikah, terdapat pembahasan tentang KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), mulai dari indikasi hingga daftar kontak darurat pertolongan di beberapa daerah di Indonesia.

Pernikahan seharusnya membahagiakan bagi setiap pasangan selain itu seharusnya mengedepankan unsur kesetaraan dan keadilan bagi siapa pun,  jika di dalamnya terdapat kekerasan, pengekangan, dan merendahkan pasangan maka itu adalah sebuah kejahatan. 

Judul: Life as Divorcee
Penulis : Virly K.A
Penerbit : Ea Book, 2021.


0 komentar:

Posting Komentar