Slavoj Zizek, "Panik Pandemi! Covid-19 Mengguncang Dunia"

Di saat pandemi coronavirus yang semakin menyebar menjangkit manusia terutama terbentuknya klaster perkantoran, pekerja kantoran seperti saya menyambut kebijakan kerja dari rumah dengan bahagia. Sementara waktu, saya tidak akan terjebak kemacetan Jakarta di dalam busway yang penuh sesak di jam berangkat dan pulang kerja. Tidak perlu lagi tergesa-gesa ke kantor agar bisa fingerprint tepat waktu. Tidak perlu lagi mengenakan seragam seperti anak sekolah dan yang paling menyenangkan bisa bekerja tanpa perlu mandi pagi. Pada awalnya saya mengira bahwa lama waktu pandemi mungkin hanya seperti libur hari raya, namun penanganan awal pandemi yang buruk dari pemerintah menyebabkan dari pemerintah menyebabkan gelombang penularan coronavirus dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan . Informasi tentang pandemi coronavirus mulai memenuhi topik perbincangan di masyarakat, mulai informasi yang benar, teori konspirasi, rasisme hingga berita bohong "hoax". Selain informasi dari berita atau sosial media, ada juga buku yang terbit. Buku pertama yang saya baca membahas pandemi coronavirus adalah buku terjemahan yang berjudul, "Panik Pandemi! Covid-19 Mengguncang Dunia", yang ditulis Slavoj Zizek.

Slavoj Zizek adalah seorang filsuf dan kritikus budaya, sebelumnya saya tidak pernah mendengar atau membaca tulisannya, selain karena tema pandemi coronavirus, latarbelakang dari Slovenia membuat saya tertarik mengetahui sudut pandangnya. Sebelumnya saya pernah membaca dan kagum dengan tulisan Olga Tokarczuk yang berasal dari Polandia, negara keduanya terletak di Eropa Timur.

Manusia telah melewati berbagai pandemi, kebanyakan kita pada akhirnya menemukan vaksin atau obat. Namun, sebenarnya manusia tidak pernah serius mencegah pandemi. Kita hanya merespon setelah menyaksikan dampak buruk dari pandemi. Kita hanya merespon setelah menyaksikan dampak buruk dari pandemi, malah lebih sering menyalahkan virus sebagai penyebab pandemi yang membunuh banyak orang. Dalam bukunya Slavoj Zizek mengutip defenisi populer virus, bahwa virus adalah "salah satu dari berbagai agen infeksi, biasanya ultramatrospik, yang terdiri dari asam nukleat, baik RNA atau DNA, dalam sebuah protein: mereka menginfeksi hewan, tumbuhan, dan bakteri, dan bereproduksi hanya dalam sel hidup: virus dianggap sebagai unit kimia yang tak hidup atau kadang-kadang sebagai organisme hidup. Virus murni parasit, mereka mereplikasi diri mereka sendiri dengan menginfeksi organisme yang lebih bisa berkembang(ketika virus menginfeksi kita, manusia, kita hanya berfungsi sebagai mesin penyalin).

Virus bukan musuh yang mencoba untuk menghancurkan manusia, ia hanya memproduksi diri dengan otomatisme buta dan bermutasi. Begitu juga dengan coronavirus tidak pernah berencana dan berstrategi untuk menyerang manusia hingga berakibat fatal. Ia tidak tahu apa-apa. Ia bisa menginfeksi manusia bahkan hingga yang tinggal di tempat terpencil di dunia dikarenakan kemudahan manusia menjangkau tempat terjauh pun dengan adanya globalisasi. Semakin banyak dunia kita terhubung, semakin banyak bencana lokal yang dapat memicu ketakutan global dan akhirnya akan menjadi bencana.

Epidemi adalah campuran di mana proses alam, ekonomi, dan budaya saling terkait.

Slavoj Zizek mengutip, Kate Jones, penularan penyakit dari satwa liar ke manusia adalah: dampak tersembunyi pembangunan ekonomi. Ada begitu banyak dampak lain dari kita, di setiap lingkungan. Kita akan pergi ke tempat-tempat yang sebagian besar tak terganggu dan menjadi semakin terbuka. Kita menciptakan habitat di mana virus ditransmisikan dengan lebih mudah, dan kemudian terkejut bahwa kita menghadapi yang baru.

Ketika alam menyerang kita lewat virus, caranya dengan melempar balik pesan yang kita buat sendiri. Pesannya adalah apa yang anda lakukan kepada saya, sekarang saya lakukan kepada anda.

"Panik Pandemi! Covid-19 Mengguncang Dunia" terdiri atas 13 bagian atau judul tulisan dengan 137 halaman, pembaca tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikannnya. Salah satu judul yang menarik bagi saya adalah bagian 10, "Tetap Tenang dan Panik!". Kebanyakan pemerintah di dunia pada awal pandemi belum tahu cara menangani sebuah pandemi, termasuk Indonesia.

Kita kebanyakan menyaksikan pemerintah seperti mengingkari adanya ancaman pandemi, seolah-olah pandemi covid-19 tidak akan melanda Indonesia. Pemerintah mengajak masyarakat untuk tidak panik namun tetap waspada dan beraktivitas seperti biasa. Pejabat Indonesia bahkan ada yang berkelakar bahwa tidak ditemukannya virus covid-19 di Indonesia karena memiliki kekebalan tubuh lantaran setiap hari gemar makan nasi kucing, masyarakat yang sehat tidak perlu pakai masker, manganggarkan 72 miliar kepada influencer untuk promosi wisata, covid-19 diperkirakan tidak kuat dengan cuaca panas Indonesia, dan doa bantu tangkal virus. Hal yang paling menggelitik rasionalitas ketika salah satu menteri memperkenalkan kalung "Anti Virus" pemakaian15 menit bisa membunuh 42% coronavirus, 30 menit membunuh 80% coronavirus.

Slavoj Zizek mengkritik hal tersebut, media yang tiada henti mengulangi formula "Jangan Panik" dan kemudian kita mendapatkan semua data yang tak bisa tidak memicu kepanikan. Menurutnya panik memiliki logikanya sendiri. Dia mengingat momen di masa mudanya ketika di negara sosialis Yugoslavia, desas-desus mulai beredar rumor bahwa tak ada cukup tisu toilet di toko-toko. Pihak berwenang pun harus memberanikan kepastian bahwa tersedia cukup tisu toilet untuk konsumsi normal, orang-orang pun juga percaya. Namun, konsumen rata-rata beralasan bahwa mereka tahu ada cukup tisu toilet dan rumor itu salah tetapi bagaimana jika beberapa orang menganggap serius rumor tersebut, dan dengan panik membeli cadangan tisu toilet secara berlebihan, bukankah situasi ini menyebabkan kondisi kekurangan tisu toilet yang sebenarnya? Jadi lebih baik saya bergegas dan memborong cadangan tisu itu untuk saya sendiri. Ini berarti bahwa kita hanya cukup mengandaikan bahwa ada yang percaya rumor itu serius, efeknya sama, yaitu kekurangan nyata tisu toilet di toko.

Sisi lain yang aneh dari kepanikan berlebihan yang terus-menerus adalah tiadanya kepanikan sama sekali di saat kepanikan sebelumnya dibenarkan. Kita diberitahu berulang kali bahwa epidemi baru yang jauh lebih kuat dari pandemi sebelumnya hanya menunggu waktu. Meskipun secara rasional kita yakin akan kebenaran ramalan-ramalan mengerikan ini, namun kita tidak menganggapnya serius dan enggan bertindak dan melakukan persiapan serius. 

Selain itu, Slavoj Zizek juga menawarkan pendekatan komunis global yang berbeda dengan komunisme di Tiongkok, yaitu mengandalkan kerja sama kolektif dengan negara lain, informasi dan harus dibagikan dan rencana dikoordinasikan sepenuhnya. Apa yang terjadi di awal masa pandemi adalah sikap "setiap negara untuk dirinya sendiri". Muncul juga sudut pandang vitalis sinis yang melihat coronavirus sebagai infeksi menguntungkan yang memungkinkan manusia untuk menyingkirkan yang lapuk, lemah, dan sakit. Perdebatan tersebut sedang berlangsung, protokol "tiga orang bijak" jika epidemi di Inggris lebih dahsyat. Tiga konsultan senior di setiap rumah sakit akan dipaksa untuk membuat keputusan mengenai penjatahan perawatan setiap ventilator dan tempat tidur , jika rumah sakit dipenuhi pasien.

Kriteria apa yang akan diandalkan oleh "tiga orang bijak"? Mengorbankan yang terlemah dan tertua? Dan apakah situasi ini hanya akan membuka ruang untuk korupsi besar-besaran. Apakah prosedur seperti itu tidak mengindikasikan bahwa kita sedang bersiap untuk memberlakukan logika paling brutal tentang survival of the fittest? Jadi, pilihan terakhir adalah memilih logika brutal ini atau memilih semacam penciptaan kembali komunisme. 

Dalam buku Slavoj Zizek menyajikan data yang mengungkap informasi tentang cara berpikir kelas penguasa dan watak mereka dalam menghadapi krisis pandemi serta berbagai paradoks tentang covid-19 yang seringkali kita tidak pikirkan.

Dan Patrick, letnan gubernur Texas, mengunjungi Fox News untuk berargumen bahwa ia lebih baik mati daripada melihat kebijakan kesehatan masyarakat merusak ekonomi AS, dan bahwa ia percaya, "banyak kakek nenek" di seluruh negeri akan setuju dengan gegasannya. "Pesan saya: mari kita kembali bekerja, mari kembali hidup, cerdeslah tentang hal itu, dan kita yang berusia 70 tahun lebih, akan menjaga diri kita sendiri."

Bukan hanya Dan Patrick yang berpikir demikian, kita bisa menemukan informasi yang memunculkan kesan bahwa yang benar-benar harus dikhawatirkan bukanlah ribuan orang yang meninggal dan lebih banyak lagi yang akan menyusul, tapi fakta bahwa "pasar sedang panik"- coronavirus semakin menggangu berfungsinya pasar dunia yang sebelumnya berjalan mulus. Kekhawatirkan coronavirus akan memicu krisis ekonomi. Para penguasa membuat kebijakan-kebijakan mencegah krisis ekonomi, namun bukankah yang seharusnya kita pertanyakan, apakah ada yang salah dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini sehingga tidak mampu berjalan normal jika ada ancaman seperti pandemi.

Donald Trump dalam kunjungannya ke India menyatakan bahwa pandemi akan surut dengan cepat, kita hanya harus menunggu lonjakannya dan kehidupan akan kembali normal.

Sedangkan Tiongkok, media mereka mengumumkan bahwa ketika epidemi berakhir, orang harus bekerja pada hari Sabtu dan Minggu untuk mengejar ketinggalan.

Sehari setelah menteri kesehatan Iran muncul pada konfrensi pers untuk mengurangi penyebaran coronavirus dan untuk menegaskan bahwa karantina massal tidak dibutuhkan, ia membuat pernyataan singkat mengakui bahwa telah terinfeksi coronavirus dan menempatkan dirinya dalam isolasi (bahkan selama penampilannya di tv, ia telah menunjukkan tanda-tanda demam dan lemah).

Tindakan menteri kesehatan Iran yang membahayakan orang di sekitarnya ketika mengabaikan gejala terinfeksi coronavirus ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bupati Ogan Ilir yang wartawan ke rumahnya untuk mengumumkan bahwa dirinya positif terinfeksi coronavirus.

Situasi pandemi coronavirus yang melanda seluruh dunia memunculkan kembali pepatah lama, "sekarang kita semua berada di kapal sama" pernyataan tersebut ada benarnya bahwa coronavirus memproduksi diri dengan otomatisme buta dapat menginfeksi siapa saja, tanpa membedakan latar belakang, apakah dia pejabat pemerintahan, raja, manajer atas, bahkan kelas pekerja. Namun, kita pun mengetahui bahwa mereka yang benar-benar akan kembali bekerja di masa pandemi adalah orang miskin, sementara orang kaya mampu bertahan dalam isolasi mereka yang nyaman.

Epidemi virus mengingatkan kita tentang kemungkinan dan kebermaknaan hidup kita yang paling dekat; tak peduli seberapa hebat bangunan spiritual umat manusia bangun, kontigensi alam yang bodoh seperti virus atau asteroid dapat mengakhiri semuanya.... belum lagi pelajaran ekologi, bahwa kita umat manusia, juga dapat secara tak sadar berkontribusi pada kiamat nanti.

Sumber:

Slavoj Zizek. "Panik Pandemi! Covid-19 Mengguncang Dunia".

Penerbit : PIN (Penerbit Independen).