Hans Fallada, "Lelaki malang, kenapa lagi?"

Sang Pekerja/Buruh, Pinneberg!


Di tempat tidur, Lammchen membiarkan suaminya merebahkan diri di lengannya, dia memeluk erat, saraf-saraf suaminya seolah terkulai lemas, lalu dia menangis. Lammchen mendekapnya dan terus menyemangatinya: "Junge, seandainya kau harus kehilangan pekerjaanmu, jangan sampai kau kehilangan keberanianmu, jangan pernah putus asa. Aku tak akan, tak akan, tak akan pernah mengeluh, aku bersumpah padamu!"
Ketakutan paling mendasar bagi kami kelas pekerja yang bergantung kepada kebaikan hati majikan adalah kehilangan pekerjaan. Sebuah kenyataan pahit namun begitulah dunia yang kita huni saat ini, ketidakseimbangan antara jumlah pekerja dan jumlah lapangan kerja baru semakin berjarak. Keadaan ini tentu akan memberikan kecemasan bagi kelas pekerja, jika tiba hari saat sang majikan tidak puas dengan kinerjamu atau mungkin saja kamu berada dalam pandangannya saat suasana hati sang majikan lagi buruk, kamu bisa diberhentikan. Mereka bisa dengan mudah mencari penggantimu. 
Novel berjudul "Lelaki malang, kenapa lagi?", karya Hans Fallada yang diterjemahkan oleh Tiya Hapitiawati terbit pada bulan Desember 2019, diterbitkan oleh Moooi Pustaka. Judul dalam bahasa Jerman, Klener Mann, was nun? terbit pada tahun 1932.
Pinneberg adalah seorang staf pembukuan di sebuah toko gandum, menikahi perempuan bernama Lammchen yang berasal dari keluarga buruh. Walaupun mereka bersama berada dalam kelas pekerja namun pada saat itu di Jerman terdapat perbedaan pandangan antara para buruh dengan karyawan dalam masyarakat.

"Karena kalian para karyawan tidak terorganisir," ujar Tuan Morschel menjelaskan. "Karena tidak ada hubungan erat di antara kalian, tidak ada solidaritas. Karenanya mereka berlaku semena-mena terhadap kalian."
"Karyawan," kata Morschel. "Kalian berpikir bahwa kalian lebih baik daripada kami para buruh."
"Aku tidak berpikir seperti itu."

"Tentu saja kalian berpikir seperti itu. Dan kenapa kalian berpikir seperti itu? Karena kalian dibayar untuk satu bulan penuh, tidak seperti kami yang dibayar setiap satu minggu sekali. Kalian juga tidak mendapatkan uang dari jam lembur kalian, kalian dibayar di bawah tarif. Kalian juga tidak pernah berdemonstrasi karena kalian adalah para pengacau aksi demonstrasi."

Ternyata kecendrungan pandangan yang memberikan jarak status sosial antara pekerja karyawan dan pekerja buruh sudah terjadi sejak lama. Ada pandangan bahwa mereka yang bekerja sebagai karyawan merasa meliliki status lebih tinggi daripada pekerja buruh hanya karena pakaian karyawan lebih rapi, selembar ijazah, dan gaji bulanan. Sedangkan, pekerja buruh lebih menggunakan otot dalam bekerja yang dibayar berdasarkan jam kerja. Namun, sebenarnya mereka berada dalam posisi yang sama yaitu dipekerjakan oleh majikan yang kadang baik/buruk.
Jika kita merujuk pada defenisi bahwa setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain adalah pekerja/buruh. Maka, seharusnya rasa solidaritas antar pekerja itu muncul bukan malah saling bersaing menjilat kaum pemodal yang belum tentu memikirkan kehidupan mereka. Hirarki dalam organisasi perusahaan bukan dijadikan alasan untuk mereka yang berada di atas menindas/menghisap pekerja yang lebih rendah hanya karena ingin memuaskan majikan baik/buruk.

"Seandainya saja kau berada dalam posisiku, Kube...."
"Aku tahu. Aku tahu. Jika semua orang berpikir sepertimu, Anak Muda, mungkin semua orang akan selalu diperbudak oleh majikannya dan harus mengemis hanya untuk mendapatkan sepotong roti. Tapi, itu terserah kau saja, kau masih muda. Kau masih akan menghadapi, kau akan mengalami, seberapa lama kau bisa bertahan menjadi penjilat mereka. Ayo, istirahat!"

semua pekerja adalah buruh
Novel "Lelaki malang, kenapa lagi?" menceritakan perjuangan kelas pekerja dalam menjalani kehidupan awal berumah tangga di tengah kekhawatiran kehilangan pekerjaan. Kehidupan rumah tangga Pinneberg dan Lammchen tidak sepenuhnya mengalami kemalangan, mungkin secara keuangan mereka kesulitan membagi gaji yang kecil Pinneberg ke dalam daftar kebetuhan sehari-hari. Namun, perasaan bahagia tetap menyelimuti keluarga kecil mereka. 

"Kau tahu, rasanya sangat menyenangkan saat kita memiliki sesuatu yang membuat kita selalu bahagia setiap hari."
"Ya, tentu saha," kata Lammchen.
"Aku membayangkan bagaimana saat menyaksikan dia tumbuh besar," kata Pinneberg.

Dikaruniai seorang anak dalam pernikahan memberikan rasa bahagia walaupun juga akan menimbulkan rasa cemas, terutama untuk keluarga kelas pekerja yang hanya menerima gaji bulanan. Pinneberg dan Lammchen harus melakukan perhitungan hingga berkali-kali dalam membagi setiap kebutuhan. Walaupun begitu penghasilan Pinneberg hampir tidak bersisa meski telah menghemat uang untuk menu makanan sehari-hari. 

Kehadiran Murkel akan diiringi dengan kebutuhan yang akan bertambah, Pinneberg harus tetap bekerja namun yang menentukan kelangsungan pekerjaannya bukanlah dia sendiri tetapi majikan yang baik/buruk tersebut. Seandainya saja rasa solidaritas antara para kelas pekerja terjalin dengan kuat, tentu saja majikan yang baik/buruk tidak dapat berbuat semena-mena. 

Lammchen percaya pada solidaritas di antara semua pekerja: "Teman-temanmu tidak akan berbuat curang padamu! Tidak, Junge, semuanya akan baik-baik saja. Aku selalu percaya, tidak ada hal buruk yang akan menimpa kita. Kenapa? Karena kita sudah menjadi orang rajin, kita hidup hemat, kita juga bukan orang jahat, kita juga menginginkan Murkel dan kita bahagia memilikinya-lalu kenapa harus ada hal buruk yang terjadi pada kita? Itu sama sekali tidak masuk akal!"

Dalam kehidupan memang tidak ideal jika kita mengharapkan kehadiran pemerintah memberikan keadilan bagi semua orang terutama bagi mereka yang kehadirannya dianggap membebani pemerintah. Walaupun sebenarnya mereka yang duduk di pemerintahan digaji oleh kelas pekerja dari pajak yang dibayarkan. Suara kelas pekerja pun sangat dibutuhkan oleh para politikus saat pemilu untuk memilih partai dan pemimpin, namun setelah itu mereka akan dilupakan. Apakah pemerintah memihak kelas pekerja/buruh jika diberhentikan oleh sang majikan yang baik/buruk? Apakah pemerintah memudahkan kelas pekerja/buruh memperoleh hak-hak nya setelah diberhentikan oleh sang majikan yang baik/buruk? 

Ia hanyalah satu dari sekian juta orang. Para menteri seringkali berpidato untuk keuntungan mereka sendiri, memperingatkan orang untuk mengencangkan ikat pinggang, mengorbankan apa saja yang dimiliki, memiliki jiwa nasionalisme sebagai orang Jerman, menyimpan uang tabungan di bank, dan memilih partai yang mendukung pemerintah. Semua hal yang mereka inginkan dariku, bukanlah hal yang mereka ingingkan demi kebaikanku; aku bisa mati sengsara atau tidak, tak ada pengaruhnya bagi mereka; aku bisa pergi ke bioskop atau tidak, mereka tak akan tertarik; bahwa Lammchen saat ini hidup dengan layak atau  banyak kesusahan, bahwa Murkel akan bahagia atau sengsara, siapa di antara mereka yang mau peduli?

Pada akhirnya, Pinneberg hanya meletakkan harapan kepada sang majikan yang baik/buruk dan solidaritas sesama kelas pekerja agar tidak kehilangan pekerjaan. Namun, harapan itu tentu sangat naif karena sang majikan yang baik/buruk akan mempertahankanya jika menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan, solidaritas sesama kelas pekerja sangat sulit terwujud karena adanya hirarki yang diciptakan oleh perusahaan.

"Lalu bagaimana jika dia tak menjual sebanyak yang ditargetkan dan tak seefisien itu? Apa tujuan mereka mengusir keluar seseorang hanya karena uang yang dia dapatkan, hanya karena alasan hasil kerja dan semua tanggung jawab yang dia lakukan? Apa orang lemah sama sekali tak boleh sedikit saja lebih kuat? Apa mereka sedemikian berhaknya menghakimi nasib seseorang atas dasar jumlah celana yang dijualnya?"

"Pasti mereka dengan jelas akan mengatakan bahwa mereka tak membayar seseorang hanya karena orang itu bersikap baik, tapi karena orang itu berhasil menjual celana sebanyak mungkin."

Kehawatiran yang telah mengendap dalam kepala Pinneberg pada akhirnya datang juga. Kelas pekerja yang berusaha mempertahakan penghidupan keluarga harus menyerah dengan kenyataan bahwa sang majikan  memanglah baik/buruk. 

Lehmann jatuh tersungkur karena Pinneberg dan Pinneberg pergi tersingkir karena Kessler. Sekarang dia bisa menarik kesimpulan filosifis, bahwa alangkah pentingnya menjadi seorang penjual baik, sepenuh hati, menjual sesuatu dengan penuh cinta. Alangkah pentingnya menerapkan semangat juang yang sama antara harus menjual celana panjang berbahan katun seharga enam setengah dengan menjual jas seharga seratus dua puluh! Ya, solidaritas di antara sesama karyawan itu memang ada, yaitu solidaritas rasa iri untuk memerangi prestasi individu.

Masalah sosial pada kehidupan Pinneberg yang tinggal jauh di Jerman sana, puluhan tahun silam masih dialami oleh kelas pekerja saat ini. Solidaritas antar kelas pekerja masih sangat sulit terjalin, pengakuan diri sendiri bahwa mereka yang menawarkan jasa/tenaga pada pemilik modal/majikan adalah buruh selalu dibantah. Selain itu, sang majikan yang baik/buruk membangun narasi bahwa "perusahaanlah yang memungkinkanmu mengurus kehidupan pribadimu, perusahaanlah yang mengambil alih kekhawatiranmu soal kebutuhan hidupmu, sehingga kalian kelas pekerja seharusnya mengutamakan perusahaan daripada kehidupan pribadinya".

Mungkin tidak semua kelas pekerja, tetapi saya sesekali menjelma menjadi Pinneberg di kehidupan nyata pada abad ke-21. Seringkali perasaan itu hanya memenuhi pikiran karena tahu bahwa tidak ada seseorang yang pernah dipenjarakan karena ide yang masih bermukim dalam kepalanya yang tidak diungkapkan.

"Ya, kau benar," kata Pinneberg pelan. Lalu dia terdiam, Tiba-tiba saja dia memukul meja di depannya penuh kesal: "Sial!" teriaknya. "Ada apa?" tanya Lammchen. "Apa yang terjadi?" 

"Tidak ada," jawabnya, dia sedikit merengus lagi. "Terkadang aku hanya ingin meledakkan amarah atas segala hal yang terjadi di dunia ini." 

Beberapa foto aksi unjuk rasa pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) tanggal 01 Mei 2024.





0 komentar:

Posting Komentar